Selasa, 14 Desember 2010

True Story of Glenn Cunningham

Kekuatan Keinginan Hingga Mengukir Sejarah
Di sebuah desa kecil di bagian barat Amerika Serikat, saat itu masih menggunakan sistem penghangatan batu bara yang sangat kuno. Suatu hari seorang anak kecil (berumur 8 tahun) bersama kakaknya Floyd menyalakan batu bara untuk tungku pemanas sebelum pelajaran sekolah dimulai.

Suatu pagi beberapa murid yang lain menemukan sekolah mereka terbakar habis dilalap api, akibat dari tungku pemanas yang meledak. Dengan susah payah mereka mencoba menyelamatkan si anak laki-laki yang naas dalam tugasnya, kondisinya sedang sekarat, bagian bawah tubuhnya terbakar habis. Kemudian ia segera dilarikan ke rumah sakit terdekat; sedangkan kakaknya sudah tewas di tempat kejadian.

Dari tempat tidurnya, si anak laki-laki tersebut mendengarkan apa yang dikatakan sang dokter kepada ibunya. “Ibu,” kata dokter tersebut, “anak ibu seharusnya mati saja, dan itu adalah yang terbaik untuk dia, karena bagian bawah tubuhnya semua sudah hancur.”

Si anak laki-laki tersebut tidak mau mati, dia memutuskan untuk tetap berjuang hidup. Dengan tekadnya akhirnya kemudian dia selamat. Semua orang menganggap itu suatu keajaiban. Walaupun demikian kerusakannya amat sangat parah, sekali lagi ia teringat perkataan dokter pada ibunya, “Ibu api telah merusak sebagian besar otot anak itu, sebaiknya ia mati saja, karena selamanya ia tidak akan mampu menggerakkan tubuh bagian bawahnya lagi dan dia akan menjadi cacat seumur hidup”.

Sekali lagi si anak kecil itu tidak ingin divonis mati oleh sang dokter, dia tidak ingin cacat, dia mempunyai keinginan yang sangat besar untuk bisa berjalan suatu hari nanti. Sayangnya, bagian bawah tubuhnya benar-benar tidak bisa digerakkan. Seakan-akan tidak ada kehidupan lagi. Setiap hari orang tuanya bergantian memijat kaki sang anak meskipun tanpa kelihatan hasilnya. Ia tetap tidak merasakan apa-apa di kaki tersebut, namun keinginannya untuk bisa berjalan kembali tetap membara.

Suatu pagi dengan kursi rodanya, ia berjalan mendekati pagar kebun belakang rumahnya. Dangan susah payah ia menjatuhkan diri meraih pagar pembatas itu. Sedikit demi sedikit ia mulai menyeret bertopang pada pagar tersebut. Dia melakukan hal itu setiap hari dengan satu tujuan, untuk mengembalikan kehidupan pada kakinya yang sudah terlalu lama mati. Inilah burning desire baginya.

Lama-lama atas kegigihannya dia sudah bisa berdiri, lalu berjalan dengan tertatih-tatih. Ia masih merasa kakinya lemah sehingga ia ingin menguatkan kakinya. Ia mulai berlari pada setiap kesempatan. Ia berlari ke sekolah, ia berlari ketika mengikuti paduan suara, ia berlari ke toko daging, ia berlari di lapangan, ia berlari mencari kayu bakar dan berlari pulang dengan kedua tangan penuh kayu. Ia tidak pernah berjalan apabila ia bisa berlari. Ia berlari... berlari... dan berlari... tidak untuk alasan lain, tapi ia menikmatinya.

Ketika dewasa ia bergabung dengan persatuan atletik di universitasnya. Dan pada akhirnya si anak laki-laki kecil yang dulunya di vonis mati dan dinyatakan pasti akan cacat seumur hidup oleh dokter, yang tidak akan mungkin lagi menggerakkan kedua kakinya, kini si anak laki-laki kecil itu yang bernama DR. Glenn Cunningham telah menjadi pelari satu mil tercepat di dunia pada tahun 1934. Wouww..!!!. Impiannya telah tercapai. Dan rekornya baru terpecahkan 10 tahun kemudian. Nama Glenn Cunningham masuk dalam "100-Year History Madison Square Garden" dan "National Track & Field Hall of Fame" pada tahun 1979.

Semoga Anda tahu pesan moral dari kisah ini....

Salam hangat dan penuh semangat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar